Pil tidur serta risiko demensia: Apa yang kita ketahui serta siapa yang mempunyai resiko

Pil tidur serta risiko demensia: Apa yang kita ketahui serta siapa yang mempunyai resiko

  • Sebuah studi baru mendapatkan bahwa obat tidur dapat meningkatkan risiko demensia pada beberapa orang.
  • Para peneliti mendapatkan bahwa hubungan tersebut hadir buat orang-orang yang berkulit putih, tetapi korelasi yang sama tak terlihat buat ras lain.
  • Orang kulit putih hampir dua kali lebih boleh jadi meminum obat tidur dibandingkan orang kulit hitam.

Penggunaan obat tidur resep dapat meningkatkan risiko demensia pada orang kulit putih yang lebih lanjut usia, sebuah studi baru mendapatkan. tak terdapat hubungan mirip itu yang diamati buat orang kulit hitam.

Jenis serta jumlah obat yang dipergunakan boleh jadi terkait dengan risiko yang lebih tinggi ini, dengan orang kulit putih sering menggunakan jenis obat tidur tertentu.

Studi ini dilakukan penerbitan pada 31 Januari di Jurnal Penyakit Alzheimer.

Berikutnya datang yang lain riset yang mendapatkan bahwa peserta kulit hitam dalam studi terkait demensia 35% lebih kecil kemungkinannya didiagnosis dengan penyakit Alzheimer atau demensia terkait dibandingkan peserta kulit putih.

Penulis primer Yue Leng, PhD, asisten profesor psikiatri di UC San Francisco, menyampaikan perbedaan antara orang kulit hitam serta kulit putih boleh jadi juga sebab status sosial ekonomi.

“Peserta kulit hitam yang memiliki akses ke obat tidur boleh jadi yakni grup terpilih dengan status sosial ekonomi tinggi serta sebab itu memiliki cadangan kognitif yang lebih besar, membikin mereka kurang rentan terhadap demensia,” kata dia dalam rilis warta.

Namun, pendataan nasional menunjukkan bahwa orang kulit hitam Amerika sekeliling 1,5 hingga 2 kali lebih boleh jadi membuat jadi berkembang demensia daripada orang kulit putih.

Studi baru ini melibatkan lebih dari 3.000 lansia tanpa demensia yang tinggal di luar fasilitas perawatan jangka panjang. Mereka tercatat di Penelitian tentang kesehatan, penuaan serta komposisi tubuh.

Usia rata-rata mereka ialah 74 tahun, serta 42% berkulit hitam, dengan 58% berkulit putih.

hampir 8% orang kulit putih serta hampir 3% orang kulit hitam dilaporkan mengonsumsi obat tidur resep “sering” (lima tiba 15 kali sebulan) atau “hampir selalu” (16 kali sebulan setiap hari).

Secara keseluruhan, orang kulit putih hampir dua kali lebih boleh jadi menggunakan obat tidur daripada orang kulit hitam. Selain itu, orang kulit putih lebih cenderung mengonsumsi obat tidur tertentu daripada orang kulit hitam:

  • Benzodiazepin mirip Halcion, Dalmane atau Restoril, yang diresepkan buat insomnia kronis – kemungkinannya hampir dua kali lipat
  • Trazodone (nama dagang Desyrel atau Oleptro), antidepresan kadang diresepkan buat membantu orang tidur – 10 kali lebih boleh jadi
  • “Obat-Z” mirip Ambien, yang yakni obat penenang-hipnotik—lebih dari tujuh kali lebih boleh jadi

Para peneliti mengikuti para peserta selama rata-rata sembilan tahun, di mana 20% membuat jadi berkembang demensia.

Peserta kulit putih yang “sering” atau “hampir selalu” mengonsumsi obat tidur 79 persen lebih boleh jadi membuat jadi berkembang demensia dibandingkan mereka yang “tak pernah” atau “jarang” menggunakan obat tersebut.

Peningkatan risiko ini tak terlihat di antara peserta berkulit hitam – mereka yang sering menggunakan obat tidur memiliki peluang yang sama buat membuat jadi berkembang demensia mirip mereka yang jarang atau tak pernah memakainya.

Hasilnya serupa ketika para peneliti memperhitungkan berapa banyak orang tidur setiap malam.

sebab studi baru ini bersifat observasional daripada uji coba terkontrol secara acak, para peneliti tak dapat membuktikan sebab serta akibat langsung, hanya terdapat hubungan antara penggunaan obat tidur serta demensia.

“Studi lebih lanjut dibutuhkan buat memastikan apakah obat tidur itu sendiri merusak kemampuan kognitif pada orang dewasa yang lebih lanjut usia,” kata Leng kepada Healthline, “atau andai sering menggunakan obat tidur yakni indikator dari hal lain yang dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia.”

hampir 12% orang Amerika berusia 65 tahun ke atas dilaporkan menggunakan obat tidur setiap malam atau hampir setiap malam dalam 30 hari terakhir, menurut data singkat dilakukan penerbitan bulan lalu oleh Centers for Disease Control and Prevention’s National Center for Health Statistics.

“S [many] orang dewasa yang lebih lanjut usia memberikan omongan penggunaan obat tidur, semakin banyak penelitian dengan bukti konsisten yang mendukung hubungan antara obat tidur serta risiko demensia tentu perlu perhatian, ”Kelsie Full, PhD, MPH, ahli epidemiologi perilaku serta asisten profesor di Vanderbilt University di Nashville, Healthline kata.

Namun, Full setuju dengan Leng bahwa dibutuhkan lebih banyak penelitian buat lebih memahami apakah obat tidur menjadikan demensia mempunyai peningkatan.

Dalam sebuah penelitian, Full serta rekan-rekannya mendapatkan bahwa orang dewasa yang menggunakan obat tidur memiliki risiko demensia 48 persen lebih besar daripada mereka yang tak.

Studi tahun 2022 ini, yang mengikuti orang selama sekeliling 6 tahun, dilakukan penerbitan di Jurnal Gerontologi Seri A.

Dalam penelitian lain, Dr. Roger Wong, asisten profesor kesehatan masyarakat serta pengobatan pencegahan di State University of New York di Syracuse, menonton tak hanya pada risiko demensia dari obat tidur, tetapi juga pada insomnia.

Dia serta rekannya mendapatkan bahwa orang lanjut usia yang menggunakan pil tidur lebih sering memiliki risiko demensia 30% lebih tinggi.

Hasil ini tetap setelah memperhitungkan unsur sosiodemografi mirip usia, jenis kelamin, ras serta etnis, pendidikan serta penghasilan.

Tapi ketika kesehatan orang diperhitungkan, hubungan antara penggunaan obat tidur serta demensia melemah.

“Banyak orang meminum obat tidur sebab beberapa kondisi kesehatan lain yang mereka hadapi di masa dewasa, terutama depresi serta kecemasan,” kata Wong.

Jadi setelah disesuaikan dengan kondisi lain ini, hasilnya tak lagi signifikan secara statistik.

Wong menyampaikan penelitian lebih lanjut dapat menonton grup orang tertentu, mirip mereka yang mengalami depresi serta kecemasan, buat menonton apakah hubungan antara obat tidur serta demensia masih berlaku.

Studi yang menggunakan data 10 tahun ini dilakukan penerbitan pada Januari 2023 Jurnal Pengobatan Pencegahan Amerika.

Hasilnya juga menunjukkan bahwa orang dewasa yang lebih lanjut usia yang mengalami kesulitan tidur dalam waktu 30 menit setelah tidur memiliki risiko demensia 51 persen lebih tinggi.

Namun, temuan ini tak lagi signifikan secara statistik setelah para peneliti mempertimbangkan unsur sosio-demografis.

Namun, penelitian lain mendapatkan bahwa kurang tidur meningkatkan risiko dilema kognitif atau demensia.

Meskipun dibutuhkan lebih banyak penelitian buat memahami sepenuhnya hubungan antara dilema tidur serta demensia, begitu juga dengan kualitas tidur yang tidak baik terkait dengan dilema kesehatan kronis lainnya – penyakit jantung, penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, diabetes, stroke, obesitas serta depresi.

“Tidur penting buat kesehatan serta kesejahteraan kita secara keseluruhan,” kata Full. “Orang dewasa yang lebih lanjut usia dengan kekhawatiran tentang tidur mereka seharusnya mulai dengan mengutarakan dengan penyedia layanan kesehatan mereka serta menjajaki kemungkinan berjumpa dengan spesialis tidur.”

buat orang yang susah tidur, obat tidur—resep atau obat bebas—hanya satu pengobatan yang disediakan.

“Secara awam, intervensi tidur non-farmakologis – mirip terapi perilaku kognitif buat insomnia – dipromosikan sebagai berbagai pilihan yang lebih aman,” kata Leng kepada Healthline.

Ini sangat penting mengingat bahwa beberapa resep obat tidur juga terkait dengannya peningkatan risiko kecelakaan jatuh di antara orang lanjut usia.

sumber : https://www.healthline.com/health-news/sleeping-pills-and-dementia-risk-what-we-know-and-who-is-at-risk